AG News_____Kelicikan Pemerintah Republik Indonesia mengintegrasikan New Guinea bagian barat ke dalam Negara Republik Indonesia melalui Sengketa Kekuasaan Wilayah dengan Kerajaan Belanda. Hal itu tidak menyelesaikan masalah, namun Menciptakan Masalah Baru dengan Penduduk Asli Papua.
Dua kerangka dasar yang dilewati oleh Pemerintah Republik Indonesia tanpa mempertimbangkan resiko jangka panjang yang akan ditanggung negara, yaitu: “Aspek Wilayah dan Penduduknya”.
Dari aspek wilayah, daerah New Guinea bagian barat adalah satu keutuhan dari Wilayah Geogafi New Guinea, yang terletak di pasifik barat daya termasuk dalam Kawasan Regional Pasifik.
Dari aspek penduduk, Orang Asli Papua termasuk dalam “Etnik dan Budaya Ras Melanesia, tidak mempunyai ikatan etnografi dengan Bangsa Indonesia Ras Melayu.
Dua aspek itu telah menciptakan konflik berdarah yang berkepanjangan di Daerah New Guinea Bagian Barat, yang kini disebut “Papua Barat”.
Konflik itu bisa terjadi karena Penduduk Asli Papua melihat mereka bukan bagian dari Indonesia yang harus tunduk dibawah Kekuasan Negara Republik Indonesia. Itu adalah suatu motivasi, yang teraktualisasi dengan sendirinya, dirangsang oleh kenyataan yang dihadapinya dan sifatnya logis serta alami, sehingga tidak dapat dicegah atau dibendung oleh siapapun, termasuk kekuasaan negara.
Perlawanan penduduk asli Papua tidak termasuk dalam kategori pemberontak, atau separatis, karena tidak ada dasar yang kuat bagi Indonesia mengklaim New Guinea bagian barat termasuk dalam Kedaulatan Negara Republik Indonesia, sehingga klaim sepihak tidak dapat dibenarkan.
"Tidak ada perjanjian dalam bentuk apapun yang mengikat Penduduk Asli Papua di dalam Negara Republik Indonesia".
New York Agreement, adalah perjanjian bilateral Indonesia-Belanda tentang “penyelesaian damai konflik kekuasaan sebuah wilayah diluar kedaulatan sebuah negara”. Perjanjian New York tidak mengikat penduduk asli Papua, namun sebaliknya mengikat pemerintah republik Indonesia dalam hal menjamin “Hak Penentuan Nasib Sendiri Penduduk asli Papua” berdasarkan hukum kebiasaan internsional.
PEPERA tahun 1969, yang dilaksanakan tidak sesuai dengan standar hukum kebiasaan internasional, menjadi tonggak perlawanan penduduk asli Papua, yang kini telah berkembang menjadi konflik wilayah di kawasan regiaonal pasifik.
Jadi resiko jangka panjang yang ditanggung oleh Negara sejak Pemerintah Republik Indonesia mentransfer kekuasaan dari UNTEA (PBB) pada 1 Mei 1963 hingga saat ini, adalah “Kejahatan Genosida” di New Guinea bagian barat, yang termasuk dalam kejahatan internasional, wasalam.
(Kgr)
Penulis adalah Pemerhati Masalah Papua Barat.
By: Kritian Griapon
0 komentar:
Posting Komentar