KISAH ORANG FLORES, PRO NKRI DI TIMOR LESTE




Jakarta - Seratusan pria tua asal Flores sebagai eks warga Timor Timur itu masih tampak perkasa. Otot-ototnya masih terlihat kuat, meski sebagian mereka berpostur kecil. Kulit mereka nampak keriput, tapi semangatnya luar biasa. Sesekali terdengar mereka bercakap bahasa Tetun dan Portugis.

Dulu mereka adalah para milisi pro integrasi yang terbiasa menyandang senjata demi perjuangan untuk NKRI. Setelah sekian lama jajak pendapat berlalu, mereka ingin melupakan masa lalu. Setelah sekian lama konsisten tetap memilih sebagai warga Indonesia, kini mereka mengganti menyandang cangkul dan golok turut membangun bangsa dan negara Indonesia dengan cara bertani, berladang, dan berkebun.

Mereka dulu tinggal di wilayah Suai, Ainaro, dan Tilomar, yang kini masuk wilayah negara Timor Leste. Sejak Timor Leste mendaklarasikan diri sebagai negara dan berpisah dengan Indonesia pada 2002, mereka diusir karena membelah NKRI. Kurang lebih ratusan warga ini mengungsi bersama ribuan orang lainnya dan tinggal di Desa Litamali, Kecamatan Kobalima, Kabupaten Malaka. Ini merupakan kabupaten pemekaran di Nusa Tenggara Timur (NTT), bisa ditempuh sekitar 2 jam melalui jalan darat dari kota Atambua, Kabupaten Belu.

Awalnya mereka bertahun-tahun tinggal di kamp pengungsi. Namun, beberapa tahun lalu, atas bantuan pemerintah Indonesia, mereka bisa membeli tanah dan membangun rumah sendiri dengan harga terjangkau. Mereka banting setir menjadi petani, mengelola ladang dan bercocok tanam.

Sejak tiga bulan lalu, ratusan warga ini memiliki kesibukan baru: menanam pohon kelor. Atas bantuan dan bimbingan Korem dan Kopassus, mereka mendirikan koperasi untuk menanam dan mengolah pohon kelor untuk keperluan ekspor. Ada 15 hektar lahan yang diperbantukan kepada mereka yang bisa digunakan untuk menanam pohon berdaun kecil yang berkhasiat hebat itu. Lahan 15 hektar bantuan pemerintah itu dibagi untuk tiga koperasi yang mereka dirikan.

Ladang pohon kelor yang dikelola eks milisi pro integrasi. Pewarta berita detikcom bersama perwira Kopassus, Kodim, dan motivator Aqua Dwipayana berkesempatan bertemu mereka di lahan pohon kelor di desa itu pada Jumat, 31 Juli 2015 lalu. Dengan bangga dan wajah penuh opitimistis, mereka memperlihatkan hamparan pohon-pohon kelor yang sudah tumbuh meninggi dan menghijau. Sejak ditanam tiga bulan lalu oleh mereka dengan pendampingan seorang insinyur dari ITB, pohon-pohon kelor ini sudah bertinggi sekitar 1,5 meter. "Sebulan lagi, kami akan panen," kata salah seorang pengurus koperasi dengan nada berbunga-bunga.

Keberhasilan menanam pohon kelor ini melambungkan harapan dan semangat mereka dalam meneruskan hidup bersama anak-anak dan cucu-cucu mereka. Bertahun-tahun hidup di kawasan NTT dengan hidup susah, penuh kesabaran dan keterbatasan, kini mereka mendapat jalan dalam meningkatkan kesejahteraan. Semangat mereka meninggi ketika Jenderal Gatot Nurmantyo yang saat itu masih sebagai KSAD dan Mayjen Doni Monardo yang saat itu menjabat Danjen Kopassus menyaksikan penanaman perdana pohon kelor itu.

Kawasan Malaka dan kawasan lain di NTT memang cocok untuk penanaman pohon kelor. Selain di Malaka, TNI juga sudah menanam pohon kelor di berbagai tempat di NTT, seperti di Kabupaten Kupang, Kabupaten Timor Tengah Utara, Kabupaten Belu, dan juga Pulau Alor. Hasil daun kelor di kawasan ini berkualitas tinggi dibanding daerah-daerah lain.

Pohon kelor ini diambil daunnya untuk kemudian dikeringkan dan digiling menjadi tepung. Permintaan atas tepung kelor ini sangat tinggi. Daun kelor dicari negara-negara seperti Korea dan China untuk dijadikan obat dari berbagai macam penyakit dan juga bahan untuk kosmetik. Di berbagai bahan kecantikan dan kosmetik, bahan daun kelor ini sering ditulis dengan bahasa latin moringa oleifera.

Kini, para eks warga Timtim itu sangat membutuhkan bantuan 4 rumah dan mesin penggiling untuk menyambut panen pohon kelor Agustus nanti. Saat ini rumah dan mesin penggiling hanya ada di Markas Korem di Kupang, yang ditempuh sekitar 5 jam dari Kabupaten Malaka. Bila daun kelor itu dibawa dulu ke Kupang, maka akan bisa menurunkan kualitasnya.

Karena itu, saat memberikan motivasi kepada para eks warga Timtim, motivator Aqua Dwipayana menyampaikan niatnya untuk membantu rumah dan mesin penggiling daun kelor itu. Atas bantuan itu, mereka pun bertepuk tangan dan menyampaikan terima kasih karena Flores adalah tanah kering dan tandus. (YANI SIDABUTAR)

Sumber : https://www.facebook.com/groups/285744948440843/permalink/455359908146012/


Share on Google Plus

ABOUT ME Andy Giyai

Hidup berjuang demi masyarakatku yang selalu di tindis, di bunuh, di rampok, di siksa seperti binatang buruan di hutan oleh Militerisme Aparat Polisi dan Tentara Nasional Indonesia dan di curi, di rampas serta di kuras habis hasil kekayaan alamku pribumi West Papua oleh negara Indonesia dengan mengupdate berbagai Informasi Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat yang terjadi di atas tanahku Papua Barat melalui media Web Online pribadi atau di dunia internasional secara berimbang dan beragam".
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Posting Komentar