ANDARIAS GIYAI NEWS, Akan dikemanakan Tanah Papua ini. Apakah Tanah Papua akan diselamatkan beserta segalah isinya. Ataukah tanah Papua dihacurkan dengan segala kepentingan Dunia, Nasional bahkan Pengusaha Lokal yang memiliki misi menghabiskan tanah Papua dan segala isinya.
Dengan diresmikan tiga Daerah Otonomi Baru (DOB) Provinsi Papua Tengah, Pegunungan Papua, dan Papua Selatan, kini disahkan lagi Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUP) oleh Dewan Perwakilna Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) yang mempunyai misi membatasi ruang gerak di dalam bingkat Demokrasi Indonesia dan Negara Pancasila.
Masing-Masing tiga daerah Otonomi Daerah (DOB) memiliki kekayaan sumber daya alam yang berlimpah. Sebagaimana yang selalu diberitahkan bahwa Papua memiliki kekayaan, tambang emas, nikel, uranium, hutan, dan kekayaan lainnya.Kekayaan itu sesunggunya menjadi tatapan mata secara nasional bahkan Internasional. Perusahaan yang dilindungi oleh pengusaha Nasional, sebut saja, PT Freeport, PT Antam Inalum yang direncanakan dalam waktu dekat akan dioperasikan di daerah Intan Jaya, Provinsi Papua Tengah.
Temuan dalam riset dari Kennial Laia di media betahida.id bahwa salah satu perusahaan PT Madinah Qurrata’Ain menguasai konsesi lahan dalam bisnis tambang Blok Wabu. Perusahaan ini diduga berhubungan dengan perusahaan PT Tobaco Del Mandiri, anak perusahaan Toba Sejahtera Group, yang sahamnya dipegang Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan.
Menurut Pusaka, kekerasan dan pelanggaran HAM terjadi sejalan dengan kehadiran dan meluasnya investasi dan proyek-proyek pembangunan industri ekonomi yang didominasi korporasi dan pemilik modal. Aktivitas ini secara langsung memengaruhi ruang hidup masyarakat adat dan lokal.
“Kepentingan yang berbeda, pengabaian hak masyarakat, minimnya akses keadilan dan pembagian manfaat, serta penggunaan dan pendekatan keamanan merupakan sumber konflik dan terjadinya kekerasan pada daerah bisnis di Tanah Papua.”
Sebagai Persyaratan utama sudah dibangun, milsanya, Listrik, Internat dan persyaratan lainnya sebagai upaya menuju pengoperasian di Blok Wabu, Intan Jaya papua Tengah. Daerah lain di Provinsi Papua Pegunungan, misalnya, Daerah Yahukimo, Pegunungan Bintang, Tolikara dan daerah lainnya. Begitupun daerah Wilayah Adat Selatan, Provinsi Papua selatan, misalnya Kelapa Sawit dan kekayaan lain yang sudah dan akan diekspolitasi Negara dan kepentingan Internasional.
Kepentingan Ekonomi atas dasar Kekayaan Alam Papua akan membuat Negara untuk sewenang-wenangnya membuat kebijakan yang hanya mencari keuntungan atau Profit agar dinilai cita-cita bangsa Indonesia di tahun 2045, negara Indonesia menjadi Negara Maju. Selain itu, negara juga mampu menjawab tantangan dan ancaman dari perkembangan global agar ekonomi tetap stabil. Selain juga Negara mampu melunasi utang-utang Negara lain.
Salah satu kewenangan yang sudah dilakukan negara di tengah keberhasilan pemekaran tiga (3) Daerah Otonomi Baru (DOB) ialah pengesahaan RKUHP. RKUHP sendiri merupakan masterpiece dan legacy dalam proses perubahan dari KUHP peninggalan kolonial menjadi hukum nasional. RKUHP disusun dengan nilai-nilai keindonesiaan (Indonesian Way) yang merupakan sebuah upaya dekolonialisasi dalam sistem pidana Indonesia.
Ada sejumlah pasal yang kontroversioanl dan ada sejumlah pihak dapat menyoroti atas pengesahan RKUHP demikian. Misalnya pasal-pasal yang menjadi pedebatan ialah
Menurut Kantor Media Nasionan CNN menyebutkan pasal yang kontoversional
(1) Penghinaan Terhadap Presiden, Ketentuan pidana tersebut dituangkan dalam pasal 218. Pelaku diancam hukuman tiga tahun penjara. Pasal ini merupakan delik aduan. Bagian penjelasan pasal itu menyebut menyerang kehormatan adalah perbuatan yang merendahkan atau merusak nama baik atau harga diri. Perbuatan menista atau memfitnah masuk dalam kategori itu
"Setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri presiden dan/atau wakil presiden, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV," bunyi pasal 218 ayat (1) RKUHP.
Ayat (2) pasal tersebut memberi pengecualian. Perbuatan yang dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri tidak termasuk kategori penyerangan kehormatan atau harkat martabat.
(2) Pasal Makar, Pasal 192 menyatakan bahwa setiap orang yang melakukan makar dengan maksud supaya sebagian atau seluruh wilayah NKRI jatuh kepada kekuasaan asing atau untuk memisahkan diri dari NKRI dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara maksimal 20 tahun.
Pasal 193 ayat (1) mengatur setiap orang yang melakukan makar dengan maksud menggulingkan pemerintah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 tahun.
Sementara itu, Pasal 193 ayat (2) menyatakan pemimpin atau pengatur makar dipidana dengan pidana penjara maksimal 15 tahun.
(3) Penghinaan Lembaga Negara, Draf RKUHP juga masih mengatur ancaman pidana bagi penghina lembaga negara seperti DPR hingga Polri. Ketentuan itu tercantum dalam Pasal 349. Pasal tersebut merupakan delik aduan.
Pada ayat 1 disebutkan, setiap orang di muka umum dengan lisan atau tulisan menghina kekuasaan umum atau lembaga negara, dapat dipidana hingga 1,5 tahun penjara. Ancaman pidananya bisa diperberat jika penghinaan menyebabkan kerusuhan.
Pasal 350, pidana bisa diperberat hingga dua tahun jika penghinaan dilakukan lewat media sosial. Sementara, yang dimaksud kekuasaan umum atau lembaga negara dalam RKUHP yaitu DPR, DPRD, Kejaksaan, hingga Polri. Sejumlah lembaga itu harus dihormati.
(4) Pidana Demo Tanpa Pemberitahuan, Draf RKUHP turut memuat ancaman Pidana atau denda bagi penyelenggara demonstrasi tanpa pemberitahuan. Hal itu tertuang dalam Pasal 256.
"Setiap Orang yang tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada yang berwenang mengadakan pawai, unjuk rasa, atau demonstrasi di jalan umum atau tempat umum yang mengakibatkan terganggunya kepentingan umum, menimbulkan keonaran, atau huru-hara dalam masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak
kategori II," bunyi pasal tersebut.
Pasal ini dikritik karena bisa dengan mudah mengkriminalisasi dan membungkam kebebasan berpendapat. Koalisi masyarakat sipil mengatakan, pada praktiknya polisi kerap mempersulit izin demo.
(5) Berita Bohong, RKUHP mengatur soal penyiaran, penyebarluasan berita atau pemberitahuan yang diduga bohong. Pasal ini, dapat menyasar pers atau pekerja media.
Pada Pasal 263 Ayat 1 dijelaskan bahwa seseorang yang menyiarkan atau menyebarluaskan berita atau pemberitahuan padahal diketahuinya bahwa berita atau pemberitahuan tersebut bohong yang mengakibatkan kerusuhan dapat dipenjara paling lama 6 tahun atau denda Rp500 juta.
"Setiap Orang yang menyiarkan atau menyebarluaskan berita atau pemberitahuan padahal diketahuinya bahwa berita atau pemberitahuan tersebut bohong yang mengakibatkan kerusuhan dalam masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V," demikian bunyi Pasal 263 Ayat 1.
Kemudian pada ayat berikutnya dikatakan setiap orang yang menyiarkan atau menyebarluaskan berita atau pemberitahuan, padahal patut diduga berita bohong dan dapat memicu kerusuhan dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 atau denda Rp200 juta.
RKUHP terbaru juga memuat ketentuan penyiaran berita yang dianggap tidak pasti dan berlebihan. Seseorang yang membuat dan menyebarkan berita tersebut dapat dipenjara 2 tahun atau denda paling banyak Rp10 juta. Hal itu tertuang dalam pasal 264.
Keselamatan Alam dan Orang Asli Papua?
Adakah keselamatan alam dan Orang Asli Papua? Penulis mengutip pepatah dari Phil; Kingston bahwa “Semakin banyak yang kita ambil, semakin sedikit untuk generasi mendatang. Kutipan tersebut menggambarkan semakin banyak Negara mengambil kekayaan alam Papua, maka generasi Papua mendatang tak akan menikmati dan habis ditelang dari kehancuran alam Papua.
Temuan dalam riset dari Kennial Laia di media betahida.id bahwa Kekerasan terhadap warga dan pembela hak asasi manusia (HAM) dan lingkungan terus berlangsung di Papua. Menurut Yayasan Pusaka Bentala Rakyat, terdapat puluhan kasus yang ditemukan sepanjang tahun 2021.
Dalam catatan akhir tahun 2021 (Catahu) Pusaka, terjadi 30 kasus pelanggaran HAM di Tanah Papua. Di antaranya adalah empat kasus kekerasan dan dua ancaman terror terkait aktivitas bisnis dan investasi di wilayah tersebut. “Sepanjang tahun 2021, terjadi kasus pelanggaran HAM di Tanah Papua. Bentuknya bermacam-macam,” kata Natalia Yewen, peneliti Pusaka, dalam diskusi publik, pekan lalu.
Jumlah pelanggaran tertinggi adalah pelanggaran hak atas hidup, sebanyak 15 kasus. Khususnya di daerah yang sedang mengalami konflik politik, seperti Kabupaten Intan Jaya,Yahukimo, dan Pegunungan Bintang. “Pelanggaran hak untuk hidup terjadi sangat keras hingga menyebabkan korban jiwa, didahului aksi kekerasan, penyiksaan, dan dalil salah tembak.”
Salah satu contoh yang menyita perhatian publik adalah kasus penyiksaan Steven Yadohamang. Pemuda difabel berusia 24 tahun itu dibentak dan diinjak kepalanya oleh dua anggota polisi militer Angkatan Udara (Pomau) di Kabupaten Merauke, Papua, pada 26 Juli 2021.
Sementara, kondisi Kekayaan Alam Papua , bahwa berdasarkan Data KPK menyebutkan, hingga 2017, di Papua, terdapat 40 izin hak pengeloaan hutan (HPH), 249 izin pertambangan luas 5.848.513 hektar dan 56 izin pelepasan kawasan hutan 1.291.240 hektar.
Untuk kehutanan, KPK menemukan marak praktik illegal logging. Di Kabupaten Sarmi, saja, ada 100 meter kubik kayu beredar tiap hari. Potensi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dan dana bagi hasil (DBH) hilang berturut-turut Rp 13, 140 miliar dan Rp4, 204 miliar pertahun.
Selain ilegal, banyak tambang di Papua berada dalam kawasan lindung dan konservasi. Data Dirjen Planologi Kehutanan Kementerian Kehutanan dan Lingungkan Hidup (KLHK) menyebutkan, dari seluruh izin usaha tambang, kontrak karya (KK) dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKPPB) di Papua, terdapat 28 perusahaan seluas 324.342,23 hektar dalam kawasan konservasi dan 77 perusahaan 1.409.976,15 hektar dalam hutan lindung.
Untuk perkebunan, KPK menemukan tumpang tindih hak guna usaha sawit dengan perizinan lain. Tumpang tindih HGU sawit dengan izin pertambangan 35.000 hektar, dengan HPH seluas 27.054 hektar dan kubah gambut 20.955 hektar. Data perkebunan sawit juga masih menyebar di kabupaten, provinsi dan pusat.
Foker LSM menggunakan data Laporan Realisasi Anggaran (LRA) 2017 yang menunjukkan, setoran kehutanan, dana bagi hasil dari iuran hak pengusahaan hutan Rp615,81 juta, dana bagi hasil dari provisi sumber daya hutan Rp6,39 miliar. Lalu dana bagi hasil dari dana reboisasi Rp14,93 miliar.
Sektor pertambangan menunjukkan, dana bagi hasil iuran tetap (land-rent) hanya Rp3,61 miliar dan dana royalti Rp129,63 miliar. Bahkan perusahaan sawit begitu marak di Papua, kontribusi hanya dari pajak bumi dan bangunan (PBB) Rp1,03 miliar.
Jadi, begitu banyak perusahaan kehutanan, pertambangan dan perkebunan tak berbanding lurus dengan besaran penerimaan Papua. Data Badan Pusat Statistik 2017 menunjukkan jumlah penduduk di bawah garis kemiskinan sangat tinggi, 27,76% atau 901.195 jiwa.
Berdasarkan laporan kekayaan alam papua yang diambil secara illegal dan non illegal dan berkaca pada Pelanggaran HAM, sangat sebanding. Artinya kepentingan elit Jakarta (Pengusaha), Penguasa akan semakin merajalelah. Izin tambang akan semakin banyak serta persoalan lain semakin banyak.
Atas dasar dan prinsip diatas, Negara seakan-akan khawatir akan terjadi kekerasaan, pencitraan dan demonstrasi sebagaimana RKUHP yang disahkan menjadi dasar amandeman untuk bisa masuk menguasai.
Ruang Demokrasi dibungkam sedimikan rupa, agar kepentingan Negara muda masuk dalam menguasai kekayaan alam papua yang sangat berlimpah. Kedekatan emosional antara G20 yang sudah terlaksana menjadikan tempat melakukan kontral politik antar negara-negara menuju Negara Maju pada tahun 2024.
Rakyat Papua masih berada pada tuntutan agar Jakarta memberikan pengakuan kepada Bangsa Papua bahwa Bangsa Papua telah merdeka. Tuntutuan akan terus terjadi, meski Undang-Undang diatas Undang-Undang.
Oleh: Alexander G. Gobai,
Penulis Tokoh Pemuda Papua, Alexander Gobai, Tinggal di Papua.
0 komentar:
Posting Komentar