Jayapura, Jubi - Sejak tanggal 30 Maret 2017, sejumlah kekerasan terjadi di
Kota Jayapura. Lima orang telah meninggal akibat aksi-aksi kekerasan ini.
Polisi belum bisa menghentikan rangkaian aksi kekerasan ini sehingga
memunculkan beragam rumor di tengah masyarakat Kota Jayapura. Mulai dari
kepentingan Pilkada, pengalihan isu Papua Merdeka hingga konflik kepentingan di
internal institusi kepolisian itu sendiri.
Pada 30 April 2017, seorang pria bernama Andre Marweri ditemukan
tewas dengan kondisi mengenaskan di Lapangan Buper Waena, Distrik Heram. Korban
mengalami luka bacokan di punggung hingga leher hingga tewas. Kamis 11 Mei 2017
dini hari, dosen Fakultas Ekonomi Universitas Cenderawasih bernama Dr. Suwandi
dihadang dua orang tak dikenal saat hendak pulang ke rumahnya di jalan Buper
Waena. Pelaku menyerang korban dengan parang hingga tewas. Sabtu 13 Mei 2017,
seorang wanita bernama Fitri Diana (22) tewas setelah dihadang tiga orang tak
dikenal di dekat Kampung Netar Distrik Sentani Timur.
Korban saat itu hendak ke Sentani bersama seorang rekannya yang
juga anggota polisi Brigpol Paul Tomatala. Pada hari yang sama 11 remaja dan
anak-anak dihadang oleh orang tak dikenal di sekitaran Gunung Ottow Geisler
Kompleks Bisoka 2, Jalan Munawir, Kotaraja Dalam Kelurahan Vim Distrik Abepura,
Kota Jayapura. Pelaku penghadangan menggunakan topeng.
Rangkaian aksi kekerasan ini berlanjut hingga Jumat (19/5/2017)
setelah ditemukannya mayat seorang perempuan yang kemudian diketahui sebagai
penjual tahu tek di depan Rumah Sakit Dian Harapan pada pukul 05.15 pagi WIT.
Jenazah perempuan berusia 45 tahun ini ditemukan dalam parit tepat di depan
PLTD Waena. Korban yang merupakan warga Perumnas II Dalam, Gang Matoa di
duga tewas karena dibunuh.
Penangkapan dan penyisiran polisi
Jumat (19/5/2017) sore, masyarakat di sekitar Perumnas III Waena,
tepatnya di depan depot pemotongan kayu (sawmill), dikagetkan oleh penyisiran
yang dilakukan Kepolisian Resort (Polres) Kota Jayapura. Sekitar lebih dari dua
puluh anggota polisi berpakaian dinas maupun preman menangkapi delapan orang di
depan sawmill tersebut.
Warga di sekitar sawmill menduga penangkapan dan penyisiran di
depan sawmill berkaitan dengan jenazah perempuan yang ditemukan di depan PLTD
Waena. Namun pihak kepolisian membantah dugaan tersebut. Menurut pihak
Kepolisian Daerah (Polda) Papua menyatakan hingga kini masih mendalami dan
mengidentifikasi beberapa orang yang ditangkap ketika tim Polresta Jayapura
Kota melakukan penyisiran di wilayah Perumnas III, Waena, Jumat (19/5/2017)
petang dan Sabtu (20/5/2017) siang.
Kabid Humas Polda Papua, Kombes (Pol) A.M. Kamal mengatakan,
penangkapan itu dilakukan oleh tim Polresta Jayapura.
"Masih di dalami sama Kapolresta. Saya lagi arah ke Polresta
dari arah Keerom, karena ada kegiatan di Keerom. Masih didalami. Ini
penangannya di Polresta Kota,” kata Kombes (Pol) A.M. Kamal kepada Jubi, Sabtu
siang.
Kapolres Jayapura Kota AKBP Tober Sirait yang memimpin tim
melakukan penyisiran mengatakan, satu dari delapan orang yang ditangkap
berinisil MI terpaksa ditembak lantaran melawan ketika hendak ditangkap, satu
orang lainnya berhasil melarikan diri dengan lompat ke dalam jurang.
Menurutnya, delapan orang yang diamankan itu diduga merupakan dalang sejumlah
kasus kekerasan yang terjadi di wilayah hukum Polres Jayapura Kota, Polres
Jayapura dan Pores Keerom.
"Mereka lini diamankan di Mapolres Jayapura Kota dan sedang
diperiksa penyidik. Khusus MI yang dilumpuhkan dalam penangkapan, masih
ditangani tim medis di RS Bhayangkara Jayapura," kata AKBP. Tober
Sirait.
Katanya, penyidik masih melakukan pemeriksaan untuk memastikan
keterkaitan dalam sejumlah kasus. Tak menutup kemungkinan mereka merupakan
pelaku tindak kekerasan yang terjadi ditiga wilayah hukum yakni Polres Jayapura
Kota, Polres Keerom dan Polres Jayapura.
Terpisah, seorang warga di sekitar sawmill mengatakan penyisiran
tak hanya dilakukan oleh polisi. Turut serta pula anggota TNI dalam penyisiran
tersebut.
“Ada anggota TNI yang ikut penyisiran dan penangkapan itu, Kami di
kali sebelah waktu dengar bunyi tembakan. Lalu kami ke sawmill untuk lihat
kejadian,” kata warga Perumas III ini.
Menurut warga ini, beberapa orang memang ditangkap tepat di depan
sawmill. Namun beberapa orang lainnya ditangkap dalam penyisiran di sekitar
Perumnas III.
Aksi balasan berujung penikaman
Jenazah yang ditemukan di depan PLTD Waena ternyata memicu
kemarahan sebagian kelompok masyarakat Kota Jayapura yang disebut-sebut berasal
dari daerah yang sama dengan korban. Kemarahan sebagian masyarakat ini
diwujudkan dengan aksi penghadangan di depan Rumah Sakit Dian Harapan, Jumat
malam. Sekitar dua ratusan orang berdiri membentuk kerumunan massa di jalan dan
meneriaki kelompok masyarakat tertentu. Kelompok massa ini menuduh kelompok
masyarakat yang diteriaki itu sebagai pelaku kekerasan di Kota Jayapura dan
pelaku pembunuhan korban yang jenazahnya ditemukan di depan PLTD Waena.
Saat kelompok massa ini sedang berteriak meluapkan kemarahan
mereka, dua warga masyarakat lainnya yang menggunakan sepeda motor dari arah
Asrama mahasiswa Mimika melintas di jalan tersebut. Keduanya menerobos hadangan
polisi yang sedang berjaga-jaga di sekitar kerumunan massa. Setelah mendekati
kerumunan massa keduanya didatangi oleh beberapa orang, langsung dikeroyok dan
ditikam.
“Satu langsung jatuh dari motor. Ia terus dipukuli. Sedangkan
satunya lagi masih selamat. Mereka dipukuli tepat di depan satu warung di
seberang Rumah Sakit (Dian Harapan),” jelas seorang saksi mata yang menyaksikan
pengeroyokan dan penikaman tersebut.
Saksi ini mengaku berdiri di sekitar bengkel motor tak jauh dari
lokasi penikaman.
Dari penelusuran Jubi, dua korban penikaman ini adalah dua beradik
yang berasal dari Kabupaten Puncak. Sang adik, Yuvenus Kulua bisa diselamatkan.
Sedangkan sang kakak, Pius Kulua tewas ditempat kejadian setelah ditikam dan
dibacok oleh beberapa orang dari kerumunan massa. Kakak beradik ini diketahui
tinggal di sebelah kali Perumnas III.
Siklus kekerasan dan target operasi
Kekerasan dan pembunuhan yang dilakukan masyarakat hingga
penyisiran dan penangkapan yang dilakukan oleh aparat keamanan seakan menjadi
siklus di Kota Jayapura sejak pembunuhan They Eluay pada tahun 2001.
Sebelum Theys Eluay dibunuh pada tahun 2001, sejumlah aksi
kekerasan terjadi. Isu orang bertopeng membuat masyarakat Kota Jayapura resah
dan takut keluar rumah, terutama pada malam hari. Hal yang sama pun
terjadi sebelum pembunuhan Mako Tabuni.
Serangkaian aksi kekerasan terjadi dari Base G hingga Sentani.
Beberapa aksi penembakan terjadi beberapa kali, bahkan di depan Kantor
Kepolisian Daerah Papua. Korban-korbannya bukan hanya non-Papua, beberapa
orang asli Papua dan orang asing pun menjadi korban selama rangkaian kekerasan
berlangsung.
Pengalaman ini seakan menegaskan siklus kekerasan yang terjadi di
Kota Jayapura akan diakhiri oleh sebuah operasi yang mentargetkan tokoh Papua
Merdeka.
Anggota Komisi I DPRP yang membidangi Hukum dan HAM, Laurens
Kadepa berpandangan berdasarkan pengalaman sejak pembunuhan Theys Eluay,
rangkaian kekerasan seperti ini akan memunculkan dugaan adanya target operasi
aparat keamanan pada sosok Oranf Asli Papua tertentu.
“Berdasarkan pengalaman lalu-lalu dugaan adanya target tertentu
bisa dipahami,” kata Kadepa.
Menurutnya pihak eksekutif dipimpin oleh gubernur dan wakil
gubernur, lembaga legislatif, pimpinan TNI/ Polri dan pimpinan gereja (PGGP)
harus segera duduk bersama agar tidak muncul dugaan-dugaan tertentu yang
semakin meresahkan masyarakat.
“Kami melihat kondisi Jayapura saat ini bahkan seluruh Papua pada
umumnya sangat tidak kondusif. Rakyat sedang bingung dengan tugas pemerintah
dan pihak keamanan Rakyat hanya butuh satu yaitu ingin hidup aman. Kewajiban
pemerintah dan pihak keamanan mewujudkan itu!” jelas Kadepa.
Hal yang nyaris sama disampaikan juga oleh Anum Siregar, Direktris
Aliansi Demokrasi untuk Papua (AlDP). Rangkaian kekerasan belakangan ini
mengingatkannya pada rangkaian teror sebelum pembunuhan Theys Eluai dan aksi
kekerasan sepanjang pertengahan 2012 disusul pembunuhan Mako Tabuni.
“Ada beberapa kemungkinan. Misalnya target terhadap tokoh
tertentu. Jadi peristiwa ini belum 'matang'. Ini bisa terkait dengan isu
(United Liberation Movement for West Papua) ULMWP menjelang KTT Melanesia
Spearhead Groups (MSG) di Port Moresby nanti. Bisa juga terkait politik lokal
menuju kontestasi pilgub. Jadi ada yg memainkan isu konflik horizontal dan
penanganan kamtibmas oleh aparat kepolosian yang seolah lumpuh,” ungkap Anum.
Lanjut Anum, dulu usai Kongres Papua II, anggota PDP ditangkap,
proses hukum dilakukan (by polisi)tapi PDP terus bergerak. Pemerintah tetap
kewalahan walau sudah berusaha menghentikannya secara hukum. Lalu Theys dibunuh
tentu dgn cara extra judicial killing karena pemerintah sadar secara hukum
tidak bisa dihentikan.
“Melalui 'tangan lain' dari pemerintah, ada target tertentu
orang-orang yang dianggap sebagai tokoh politik yang melawan pemerintah.
Sekarang bukan tidak mungkin skenario seperti itu terjadi lagi,” kata Anum.
Anum berharap aparat kepolisian bisa mengungkapkan semua aksi
kekerasan ini dengan benar dan pada waktu yang tepat.
Pihak kepolisian sendiri berjanji berjanji mengklarifikasi satu
persatu peristiwa kekerasan yang terjadi serta penyisiran dan penangkapan yang
dilakukan, “Penangkapan tadi malam, ada yang kena luka tembak, begitu juga
penemuan mayat di Bambu Kuning, Polimak, Distrik Jayapura Selatan, Kota
Jayapura dan kejadian di depan SMA Teruna Bhakti Waena tadi malam. Semua kasus
ini akan diklarifikasi," kata Kombes (Pol) Kamal, Sabtu (20/5/2017).
Menurutnya, serangkain kasus sejak Jumat (19/5/2017) hingga Sabtu
(20/5/2017) akan diklarifikasi satu persatu nantinya usai dilakukan pendalaman,
termasuk penyisiran di mengakibatkan korban luka tembak.
Namun untuk kasus penemuan mayat di Polimak, Sabtu (20/5/2017)
kata dia, informasi yang diperoleh pihak kepolisian, korban menderita penyakit
ayan.
"Tapi masih dilakukan pemeriksaan intensif. Keterangan dari
rekan-rekan korban, kan begitu, dia punya penyakit ayam. Mau diklarifikasi
semua. Makanya saya mau ke Polresta Kota Jayapura, koordinasikan dengan
Kapolresta sekalian, beberapa kasus sejak kemarin hingga tadi malam ada yang
ditangkap, dicegat dan dikeroyok menggunakan benda tajam. Akan diklarifikasi
dulu biar tidak simpang siur, masyarakat bisa mengetahui duduk masalahnya dan
tidak menjadi isu SARA," ujar Kombes (Pol) Kamal. (*)
Arjuna Pademme, Abeth You dan Simon Daisio berkontribusi dalam
penulisan artikel ini
0 komentar:
Posting Komentar